Senin, 28 Februari 2011

Pengumuman Susu Formula Berbakteri Sakazakii

Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan kepada beberapa pihak terkait untuk mengumumkan susu yang ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii (E Sakazakii). Meski beberapa laporan kasus bakteri Sakazakii berbahaya, tetapi sebenarnya sangat amat jarang dan tidak seberbahaya yang dibayangkan banyak orang. Bahkan di seluruh dunia sejauh ini belum pernah ada dilaporkan bayi sehat terkena infeksi ini, yang mudah terkena hanya bayi dengan tahan tubuh lemah seperti bayi prematur. MA memerintahkan pihak terkait segera mengumumkan ke publik karena jika tidak maka akan mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat. Tampaknya justru pengumuman susu berbakteri tersebut hanya menimbulkan keresahan masyarakat dan masalah baru yang jauh lebih hebat dampak sosialnya dibandingkan bahaya susu berbakteri yang sangat amat jarang. Meski saat ini banyak isu beredar tentang daftar nama susu berbakteri, sampai sekarang belum ada pengumuman resmi dari Menkes, BPOM dan IPB yang menyebutkan daftar nama susu

Tampaknya gugatan dan keputusan MA harus dicermati lebih bijak secara imiah dengan memperhitungkan dampak sosial yang ditimbulkan. Karena sebenarnya menurut WHO (World Health Organization) dan USFDA (United States Food and Drug Administration) dari dulu hingga sekarang semua merek susu formula apapun banyak beresiko terdapat bakteri. Gugatan Pengacara David Tobing dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait susu formula mendesak Menteri Kesehatan (Menkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengumumkan nama-nama produsen susu formula yang mengandung enterobacter sakazakii. David mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap IPB, BPOM dan Menteri Kesehatan RI saat itu Siti Fadilah Supari pada 17 Maret 2008 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Inti gugatannya, keresahan David terhadap hasil penelitian yang dipublikasikan IPB.

Penemuan Bakteri

Penemuan para peneliti IPB pada tahun 2008 mengenai adanya E. sakazakii dalam susu formula anak-anak dan bubur bayi, cukup menghebohkan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 74 sampel susu formula, 13,5 persen di antaranya mengandung bakteri berbahaya tersebut. Seharusnya temuan peneliti IPB mungkin tidak terlalu mengejutkan. Karena, USFDA telah melansir sebuah penelitian prevalensi kontaminasi susu di sebuah negara terhadap 141 susu bubuk formula didapatkan 20 (14%) kultur positif E. sakazakii. Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara sebenarnya WHO, USFDA dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain termasuk BPOM yang menyebutkan bahwa susu bubuk komersial aman, karena semata berbeda dalam sensitifitas dan spesifitas alat dan metoda identifikasinya.

Sebenarnya penggugat kasus ini David Tobing atau masyarakat tidak perlu sibuk mencari produk susu mana yang tercemar. Meskipun relatif aman, ternyata semua produk susu bubuk komersial memang tidak steril. Artinya semua susu merek apapun beresiko tercemar bakteri apapun baik Sakazaki atau bakteri lainnya. Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa Negara tersebut sebenarnya WHO, USFDA dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Sedangkan susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Sehingga di bagian perawatan bayi NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.

Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh susu formula bayi tidak disebabkan oleh komponen biokimia atau bahan yang terkandung di dalamnya. Manusia dapat mengalami gejala keracunan karena susu tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri. Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Selain E. sakazakii, bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula adalah Clostridium botulinu, Citrobacter freundii, Leuconostoc mesenteroides Escherichia coli Salmonella agona, Salmonella anatum, Salmonella bredeney, Salmonella ealing, Salmonella Virchow, Serratia marcescens, Salmonella isangi dan berbagai jenis salmonella lainnya.

Tidak seberbahaya yang dibayangkan

Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Selain E. sakazakii, didapatkan berbagai bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula. E. sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari family enterobacteriaceae. Beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taksonomi dengan menggunakan cara lebih canggih didapatkan klasifikasi alternatif dengan temuan genus baru yaitu Cronobacter yang terdiri dari 5 spesies.

Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogenitas bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strains kuman. Dengan menggunakan kultur jaringan diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian, sedangkan sebagian besar strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Meskipun berbahaya ternyata kejadian infeksi bakteri ini sangat jarang. Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi E. sakazakii yang pernah dilaporkan adalah 1 per 100 000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9.4 per 100 000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1.5>

Bila diperhitungkan sebenarnya dari 14% susu yang berbakteri itu hanya terjadi 1 per 100.000. Hal bisa terjadi hanya karena yang bakteri yang paling banyak adalah bakteri non-patogen atau bakteri yang tidak berbahaya. Bakteri yang tidak berbahaya itu biasanya dapat ditangkal oleh mekanisme pertahanan tubuh bayi atau anak. Tetapi pada bayi dengan pertahanan tubuh sangat buruk beresiko dampak yang fatal khususnya bayi prematur yang sakit. Tetapi sebenarnya hal inipun akan terjadi hal yang fatal pada bayi prematur bila terkontaminasi bakteri yang ada di tangan manusia. Ternyata bila dilakukan pemeriksaan kultur kuman sekitar 10-15% tangan manusia mengandung bakteri. Itulah sebabnya di ruang perawatan bayi prematur sakit di NICU dapat berakibat fatal. Tetapi bakteri yang ada ditangan para ibu itu jarang mengganggu bayi sehat karena mekanisme tubuhnya dapat menangkal. Beberapa hal itulah yang mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi tetapi belum ada laporan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut. Bayangkan peneliti IPB mendapatkan 14%, sedangkan USFDA 13,5 produk susu mengandung bakteri E. sakazakii. Tapi, faktanya tidak ada satupun anak yang Indonesia dilaporkan tercemar bakteri itu. Infeksi bakteri ini sangat jarang dan relatif tidak mengganggu untuk anak sehat. Tetapi pada kelompok anak tertentu dengan gangguan kekebalan tubuh tetap dapat mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa. Gangguan tersebut di antaranya adalah infeksi saluran kencing, neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), sepsis (infeksi berat) dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna).

Perlukah diumumkan ?

Pola pikir dalam memandang permasalahan ini tampaknya sedikit bergeser dan tidak fokus dalam esensi yang terpenting. Masalah terpenting dalam kasus ini mungkin bukan merek susu yang tercemar. Permasalahan sebenarnya adalah semua produk susu bubuk komersial merek apapun memang bukan produk yang steril. Hal ini juga pernah dialami oleh negara maju seperti Kanada, Inggris, Amerika dan negara lainnya. WHO dan USFDA sudah menetapkan bahwa susu bubuk formula komersial memang tidak steril. Jadi bukan hanya produksi lokal saja yang beresiko tetapi produksi luar negeripun resiko terinfeksi bakteri tidak jauh berbeda.

Melihat beberapa fakta ilmiah tersebut tampaknya berbagai pihak harus arif dan bijak dalam menyikapi kekawatiran ini. Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan dan BPOM harus menyikapi secara profesional dengan melakukan kajian ilmiah mendalam baik secara biologis, epidemiologis, dan pengalaman ilmiah berbasis bukti (evidence base medicine). Berbagai elemen masyarakat seperti YLKI, Komnas Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Indonesia sebelum mengeluarkan opini sebaiknya harus mencari fakta dan informasi yang benar tentang masalah ini berdasarkan fakta ilmiah. Pihak pengadilan atau Mahkamah Agung seharusnya sebelum mengeluarkan keputusan yang sangat penting ini seharusnya melibatkan saksi ahli yang berkompeten dan kredibel. Keputusan yang salah dalam menyikapi masalah ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi. MA memerintahkan pihak terkait segera mengumumkan ke publik karena jika tidak maka akan mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat. Bila pemerintah harus mengumumkan susu berbakteri tersebut akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar dari pada dampak minimal susu berbakteri itu. Bayangkan bila susu formula berbakteri itu diumumkan maka semua orang tua yang mengkonsumsi itu akan sangat panik. Bahkan semua anak yang pernah mengkonsumsi susu tersebut maka orang tuanya akan panik dan cemas seumur hidup, bahkan bila ada sakit sedikit saja sudah menyalahkan susu yang dikonsumsinya dulu. Dan hal itu sudah terjadi, setipa kasus ini timbul di masyarakat selalu saja timbul gugatan bahwa anaknya sakit atau meninggal akibat susu formula. Sampai sekarang semua gugatan tersebut tidak ada yang terbukti satupun yang disebabkan karena bakteri E Saklazakii. Padahal fakta semua merek susu apapun sampai kapanpun tidak akan bebas bakteri. Dan lagi kalaupun tidak diumumkan selama ini tidak ada dampak yang terjadi, dan ini juga sesuai dengan fakta ilmiah. Dampak yang buruk dan berimplikasi yang luas, baik implikasi hukum, etika penelitian, sosial, dan medis. Kalau pemerintah atau Balai POM mengumumkan merek susu tersebut pasti akan membuat pabrik susu yang bersangkutan akan sekejap gulung tikar. Dampaknya lebih luar biasa, ratusan ribu bahkan jutaan manusia yang terkait dengan prduksi susu itu akan lebih sengsara. Belum lagi akan timbul dampak hukum baru bagi peneliti, dan pihak yang akan mengumumkan. Menurut etika penelitian selama bukan hal yang berbahaya atau mengancam nyawa manusia maka tidak boleh diumumkan secara luas obyek yang dijadikan bahan penelitian. Dalam kasus ini MA menganggap bahwa masalah susu berbakteri itu berdampak luas dan berbahaya bagi anak Indonesia. Ternyata fakta itu tidak sesuai dengan fakta ilmiah yang ada. Kalaupun merek tersebut diumumkan juga tidak akan menyelesaikan masalah. Belum tentu merek yang lain nantinya juga aman. Bila penelitian tersebut dilakukan setiap periode sangat mungkin ada lagi susu yang tercemar. Karena pada dasarnya susu bubuk komersial adalah produk susu yang paling gampang tercemar bakteri. Bukan tidak mungkin nantinya banyak produk susu lambat laun pasti tercemar bakteri. Bila hal ini terjadi dalam perjalanan waktu tidak mustahil semua susu akan dilaporkan tercemar.

Seharusnya pemerintah mengeluarkan rekomendasi bahwa memang susu komersial bukan produk steril seperti rekomendasi WHO dan USFDA. Hal ini lebih beresiko lebih ringan, karena masyarakat akan lebih waspada dalam pencegahannya. Rekomendasi ini juga merupakan hal yang wajar karena di beberapa negara majupun hal ini sering terjadi. Sebaliknya bila susu bubuk komersial tetap dianggap aman, masyarakat tidak waspada atau lengah dalam proses penyajiannya. Selanjutnya tetap akan berdampak berbahaya pada anak yang kelompok tertentu yang beresiko terinfeksi. Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi tersebut adalah cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Pemanasan air di atas 70 oC, bakteri yang ada dalam susu akan mati. Sedangkan pada anak yang beresiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat direkomendasikan dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji. Susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup. Ini mungkin merupakan suatu contoh kasus yang menunjukkan bahwa tidak semua penelitian ilmiah harus diungkapkan secara vulgar tanpa memberi penjelasan yang lebih lengkap tentang kesimpuan yang ada dalam penelitian. Bila data penelitian tersebut diinterprestasikan berbeda dan digunakan untuk kepentingan tertentu yang berbeda maka akan merugikan masyarakat sendiri. Hal ini terjadi karena latar belakang pengetahuan dan pendidikan masyarakat yang berbeda sehingga seringkali salah menginterpretasikan dalam sebuah kesimpulan penelitian. Sebenarnya masyarakat tidak perlu kawatir bila memang penelitian tersebut membahayakan bagi masyarakat maka pasti akan dibuha dan harus dibuka secara umum. Mungkin jalan tengahnya pemerintah dalam hal ini Depkes tidak perlu mengumumkan merek susunya tetapi mengumumkan bahwa pada dasarnya semua susu merek apapun toidak steril dan beresiko tercemar bakteri termasuk bakteri E Sakazakii. Tetapi masyarakat tidak usah cemas bakteri tersebut tisak berbahaya dan akan mati dalam air panas bersuhu 70 derajat Celsius. Tetapi bagi bayi prematur sebaiknya direkomendasikanm tidak menggunakan susu bubuk formula merek apapun, lebih aman susu cair instan.

Artikel Terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar